Friday 30 January 2015

Kali ini kita akan membahas tentang Ciri-ciri dan Tipe-tipe Pranata Sosial. Semoga artikel ini bermanfaat bagi kita semua, aamiin.

Ciri-ciri dan Tipe-tipe Pranata Sosial

Kita sudah membahas tentang pengertian pranata sosial. Menurut para ahli, pranata sosial adalah kumpulan nilai dan norma yang mengatur kehidupan manusia. Kebudayaan yang didalamnya terdapat nilai, norma dan perasaan juga merupakan pola bagi tindakan dan tingkah laku manusia yang diperoleh melalui proses belajar dalam kehidupan sosialnya. Berdasarkan pengertian pranata sosial itu, maka pranata sosial merupakan adalah pedoman bagi warga masyarakat dalam melakukan aktivitasnya sebagai mahluk sosial. Ciri-ciri dan tipe-tipe Pranata Sosial perlu kita dalami untuk lebih dalam memahami tentang pranata sosial.

Ciri-ciri Pranata Sosial


Keberadaan pranata sosial dalam masyarakat berbeda dengan lembaga atau organisasi sosial lainnya. Untuk membedakannya, maka biasanya terdapat lima ciri pranata sosial, yaitu:

  1. Adanya tujuan, dapat digunakan dalam jangka waktu yang relatif lama, tertulis atau tidak tertulis,
  2. Diambil dari nilai-nilai dan adat istiadat yang berlaku di masyarakat,
  3. adanya prasarana pendukung, seperti bangunan dan lambang tertentu.
  4. Di dalam pranata sosial akan ditemukan unsur budaya dan unsur struktural, yaitu berupa norma dan peranan sosial.
  5. Pranata sosial dapat dikatakan sebagai suatu adat kebiasaan dalam kehidupan bersama yang mempunyai saksi yang disistematisasikan dan dibentuk oleh kewibawaan masyarakat.

Menurut Gillin dan Gillin dalam General features of social institutions, mengemukakan enam ciri pranata sosial, yaitu:

  1. Suatu lembaga kemasyarakatan merupakan organisasi pola-pola pemikiran dan pola-pola perilaku yang terwujud melalui aktivitas-aktivitas kemasyarakatan dan hasil-hasilnya. Lembaga kemasyarakatan terdiri dari adat istiadat, tata kelakuan, kebiasaan serta unsur-unsur kebudayaan lainnya yang secara langsung atau tidak langsung tergabung dalam satu unit yang fungsional.
  2. Suatu tingkat kekekalan tertentu adalah ciri dari semua lembaga kemasyarakatan. Sistem-sistem kepercayaan dan aneka macam tindakan, baru akan menjadi bagian lembaga kemasyarakatan setelah melewati waktu yang relatif lama. Misalnya, suatu sistem pendidikan tertentu baru akan dapat diterapkan seluruhnya setelah mengalami suatu masa percobaan. Lembaga-lembaga kemasyarakatan biasanya juga berumur lama, sebab pada biasanya orang menganggapnya sebagai himpunan norma-norma yang berkisar pada kebutuhan pokok masyarakat yang sudah sewajarnya harus dipelihara.
  3. Lembaga kemasyarakatan mempunyai satu atau beberapa tujuan tertentu. Mungkin tujuan-tujuan itu tidak sesuai atau sejalan dengan fungsi lembaga yang bersangkutan, apabila dilihat dari sudut kebudayaan secara keseluruhan. Perbedaan antara tujuan dan fungsi sangat penting oleh sebab tujuan suatu lembaga merupakan tujuan pula bagi golongan masyarakat tertentu dan golongan masyarakat bersangkutan pasti akan berpegang teguh padanya. Sebaliknya, fungsi sosial lembaga itu, yaitu peranan lembaga tadi dalam sistem sosial dan kebudayaan masyarakat, mungkin tidak diketahui atau disadari golongan masyarakat itu. Mungkin fungsi itu baru disadari setelah diwujudkan dan lalu ternyata berbeda dengan tujuannya. Umpamanya lembaga perbudakan ternyata memiliki tujuan untuk mendapatkan tenaga buruh semurah-murahnya, tetapi di dalam pelaksanaan ternyata sangat mahal.
  4. Lembaga kemasyarakatan mempunyai alat-alat perlengkapan yang dipergunakan untuk mencapai tujuan lembaga bersangkutan seperti bangunan, peralatan, mesin dan lain sebagainya. Bentuk serta penggunaan alat-alat itu biasanya berlainan antara satu masyarakat dengan masyarakat lain. Misalnya, gergaji Jepang dibuat sedemikian rupa sehingga alat itu akan memotong apabila ditarik. Sebaliknya gergaji Indonesia baru memotong apabila didorong.
  5. Lambang-lambang biasanya juga adalah ciri khas dari lembaga kemasyarakatan. Lambang-lambang itu secara simbolis menggambarkan tujuan dan fungsi lembaga yang bersangkutan. Sebagai contoh, kesatuan-kesatuan angkatan bersenjata masing-masing mempunyai panji-panji. Perguruan-perguruan tinggi masing-masing mempunyai lambang-lambangnya dan lain-lain. Kadang-kadang lambang-lambang itu berbentuk tulisan-tulisan atau slogan-slogan.
  6. Suatu lembaga kemasyarakatan mempunyai tradisi tertulis ataupun tidak tertulis yang merumuskan tujuannya, tata tertib yang berlaku, dan lain-lain. Tradisi itu adalah dasar bagi lembaga itu di dalam pekerjaannya memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok masyarakat, di mana lembaga kemasyarakatan itu menjadi bagiannya.

Sedangkan Harsojo mengemukakan enam sifat umum pranata sosial, yaitu:

  1. Pranata sosial berfungsi sebagai satu unit dalam sistem kebudayaan yang adalah satu kesatuan bulat;
  2. Pranata sosial biasanya mempunyai berbagai tujuan yang jelas;
  3. Pranata sosial biasanya relatif kokoh;
  4. Pranata sosial dalam melakukan fungsinya sering mempergunakan hasil kebudayaan material;
  5. Sifat karakteristik yang ada pada pranata sosial merupakan lambang; dan
  6. Pranata sosial biasanya mempunyai tradisi tertulis atau lisan yang jelas.

Suatu lembaga atau organisasi sosial dapat dikatakan sebagai pranata sosial apabila memenuhi persyaratan. Menurut Suhandi, terdapat empat syarat bagi lembaga atau organisasi sosial agar menjadi pranata sosial, yaitu:

  1. Harus mempunyai aturan atau norma yang hodup dalam ingatan atau yang tertulis.
  2. Aktivitas-aktivitas bersama itu harus mempunyai suatus istem hubungan yang didasarkan atas norma-norma tertentu.
  3. Aktivitas-aktivitas bersama itu harus mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu yang disadari dan dipahami oleh kelompok masyarakat bersangkutan.
  4. Harus mempunyai peralatan dan perlengkapan.
Ciri Tipe Pranata Sosial
Dengan demikian bahwa pranata sosial merupakan adalah norma yang ada di masyarakat yang relatif, di mana warga masyarakatnya mempunyai fungsi masing-masing untuk mendukung pranata sosial itu agar berfungsi bagi keteraturan dan integrasi sosial.

Tipe-Tipe Pranata Sosial


Beragamnya aktivitas manusia dalam hidup bermasyarakat membawa konsekuensi pada beragamnya bentuk dan jenis pranatanya sosial yang mengaturnya. Menurut Gillin dan Gillin, pranata sosial dapat dikelompokkan menjadi lima kelompok, yaitu:

1. Crescive institutions dan enacted institutions

Crescive institutions dan enacted institutions, adalah kelompok pranata sosial berdasar perkembangannya. Crescive institutions disebut juga pranata sosial primer, adalah lembaga yang secara tidak disengaja tumbuh dari adat istiadat masyarakat. Contohnya: hak milik, perkawinan, agama, dan seterusnya.

Sedangkan enacted institutions merupakan pranata sosial yang dengan segaja dibentuk untuk memenuhi tujuan tertentu. Misalnya: lembaga utang piutang, lembaga perdagangan, dan lembaga-lembaga pendidikan, yang kesemuanya berakar pada kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakat. Pengalaman melaksanakan kebiasaan-kebiasaan itu lalu disistematisasi dan diatur untuk lalu dituangkan ke dalam lembaga-lembaga yang disahkan oleh negara.

2. Basic institutions dan subsidiary institutions.

Pranata sosial tipe ini adalah pengkelompokan berdasar nilai-nilai yang diterima masyarakat. Lahirnya pranata sosial ini sebab dilihat sebagai lembaga sosial yang sangat penting untuk memelihara dan mempertahankan tata tertib dalam masyarakat. Di dalam masyarakat Indonesia, keluarga, sekolah-sekolah, negara dan lain sebagainya dianggap sebagai basic institutions yang pokok.

Sebaliknya subsidiary institutins dilihat relatif kurang penting dan lahir sebagai pranata sosial untuk melengkapi aktivitas kebutuhan pokok. Misalnya: Kegiatan-kegiatan untuk rekreasi.

Ukuran untuk menentukan suatu lembaga sosial penting atau tidak/kurang penting, bergantung kepada penilaian masyarakat. Misalnya: pada masyarakat pedesaan memandang penting pranata sosial yang mengatur pengairan sawah, sedangkan masyarakatkota memandang penting pranata sosial yang mengatur ketersediaan ir untuk kebutuhan sehari-hari (kebutuhan pokok).

3. Approved atau social sanctioned institutions dan unsanctioned institutions.

Kedua tipe pranata sosial ini adalah pengkalsifikasian berdasar penerimaan masyarakat pada pranata sosial. Approved atau social sanctioned institutions merupakan lembaga-lembaga sosial yang diterima masyarakat, seperti: sekolah, perusahaan dagang, dan lain-lain. Sebaliknya unsanctioned institutions merupakan lembaga sosial yang ditolak keberadaannya oleh masyarakat, meskipun kadang-kadang masyarakat itu sendiri tiak berhasil memberantasnya. Misalnya, kelompok penjahat, perampok, pemeras, pencoleng, dan lain-lain.

4. General institutions dan restricted institutions

Kedua pranata sosial ini adalah hasil pengkelompokan berdasar pada penyebarannya. Misalnya: pranata agama merupakan suatu general institutions, sebab hampir dikenal oleh seluruh masyarakat di dunia.

Sedangkan pranata agama Islam, Kristen, Budha, Hindu, dan lainnya, adalah restricted instiutions sebab dianut oleh masyarakat-masyarakat tertentu di dunia. Misalnya, agama Islam banyak dianut oleh masyarakat di negara Arab Saudi, Indonesia, dan Malaysia, sedangkan di Eropa mayoritas pemeluk agama Kristen.

5. Operative institutions dan regulative institutions.

Pranata sosial ini adalah pengkelompokan berdasar fungsinya bagi masyarakat. Operative institutions merupakan pranata sosial yang berfungsi sebagai lembaga yang menghimpun pola-pola atau tata cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan, seperti: lembaga industri.

Sedangkan regulative institutions merupakan pranata sosial yang memiliki tujuan untuk mengawasi adat istiadat atau tata kelakuan yang tidak menjadi bagian mutlak lembaga itu sendiri. Contoh: kejaksaan dan pengadilan.

Kelompok lembaga-lembaga sosial itu menunjukkan bahwa di dalam setiap masyarakat akan dijumpai macam -macam lembaga sosial. Setiap masyarakat mempunyai sistem nilai ang menentukan lembaga sosial manakah yang dianggap sebagai pusat dan yang lalu dianggap berada di atas lembaga-lembaga sosial lainnya.
Ciri Tipe Pranata Sosial

Pada masyarakat totaliter misalnya, negara dianggap sebagai lembaga sosial pokok yang membawahi lembaga-lembaga lainnya seperti keluarga, hak milik, perusahaan, sekolah, dan lain sebagainya. Akan tetapi dalam setiap masyarakat akan dijumpai pola-pola yang mengatur hubungan antar lembaga sosial itu. Sistem pola hubungan-hubungan itu lazimnya disebut institutional configuration. Sistem tadi, dalam masyarakat yang homogen dan tradisional, mempunyai kecenderungan untuk bersifat statis. Lain halnya pada masyarakat yang sudah kompleks dan terbuka bagi terjadinya perubahan-perubahan sosial-kebudayaan, sistem itu sering mengalami kegoncangan-kegoncangan. Karena dengan masuknya hal-hal baru, masyarakat mempunyai anggapan-anggapan baru mengenai norma-norma yang berkisar pada kebutuhan pokoknya.

Secara garis besar, munculnya pranata sosial dapat dikelompokkan ke dalam dua cara, yakni secara tidak terencana dan secara terencana. Secara tidak terencana artinya bahwa lembaga itu lahir secara bertahap dalam praktik kehidupan masyarakat. Hal ini biasanya terjadi ketika manusia dihadapkan pada masalah yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan hidupnya.

Contoh, dalam kehidupan ekonomi, ketika sistem barter sudah dianggap tidak efisien, maka masyarakat menggunakan mata uang untuk mendapatkan barang yang diinginkan dari orang lain.

Sedangkan secara terencana berarti bahwa lembaga sosial muncul melalui suatu perencanaan yang matang oleh seorang atau kelompok orang yang mempunyai kekuasaan dan wewenang. Contoh, untuk meningkatkan kesejahteraan petani maka pemerintah membentuk KUD yang bisa menampung hasil panen dan membelinya dengan harga yang menguntungkan petani.




No comments:

Post a Comment